Rabu, 02 Mei 2012

MIKROBIOLOGI PANGAN


Ø  KETAHANAN PANGAN
Bahan baku dapat memjadi rusak atau busuk karena beberapa penyebab, tetapi yang paling utama adalah kerusakan atau kebusukan karena mikroba. Mutu dan keamanan suatu produk pangan sangat tergantung pada mutu dan keamanan bahan bakunya
Mutu
Mutu adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer dan Twigg, 1983). Menurut Hubeis (1994), mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya.
Keamanan & Gizi
Semua makanan yang dimakan dan dari manapun makanan itu diperoleh, baik dari makanan keluarga maupun makanan institusi dan jasa boga, makanan itu haruslah dapat menghasilkan keadaan gizi dan kesehatan yang optimal. Oleh karena itu faktor gizi dalam penyelenggaraan makanan tidak dapat diabaikan. Ada tiga aspek dalam penyelenggaraan makanan yang erat kaitannya dengan faktor gizi, yaitu :
a. Kelengkapan dan kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan
b. Pemanasan kebiasaan makanan yang sehat
c. Penganekaragaman yang menguntungkan
Yang perlu diperhatikan oleh para penyelenggara makanan institusi dan jasa boga adalah komposisi zat gizi dan kandungan zat gizi dalam berbagai jenis bahan makanan. Dengan demikian kekurangan zat gizi dalam satu jenis bahan makanan dapat ditutupi dari jenis bahan makanan yang lain.
Berkurangnya zat gizi dalam makanan disebabkan oleh 3 hal,yaitu :
a.       Zat gizi terlarut air dan akan terbuang bersama air pencuci.
b.       Zat gizi akan rusak atau terurai karena pengaruh enzim yang ada dalam makanan.
c.        Zat gizi akan terurai akibat pemanasan makanan waktu di masak.
Sebelum dimasak bahan makanan mengalami berbagai perlakuan, seperti dipotong, dikupas, diiris, dicincang dan direndam. Berbagai perlakuan ini akan mempengaruhi kandungan zat gizi dalam bahan makanan tersebut bila dilakukan secara tidak benar. Sayuran yang dipotong-potong akan kehilangan banyak vitamin sewaktu dicuci karena vitamin lebih mudah terlarut di dalam air. Beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mencegah atau mengurangi kehilangan zat gizi dalam makanan yang dilakukan sejak pemilihan bahan makanan sampai pemasakan makanan:
a.       Pilihlah bahan makanan yang masih segar. Jangan memilih sayur mayur yang sudah lama di petik atau yang sudah menunjukkan tanda – tanda layu.
b.      Bahan makanan yang sudah cacat, seperti yang terkelupas kulitnya hendaknya tidak dipilih.
c.       Jangan memilih buah-buahan yang terlalu masak atau terlalu mentah. Buah-buahan yang terlalu masak akan mudah rusak sewaktu diangkut.
d.      Hindarkan bahan makanan dari sinar matahari baik sewaktu diangkut maupun disimpan.
e.       Simpanlah bahan makanan yang mudah layu ditempat yang lembab dan dingin.
f.       Cucilah bahan makanan sebelum dipotong-potong, dikupas, diiris, atau digiling.
g.      Bahan makanan yang sudah dipotong, diiris atau yang sudah dikupas harus segera dimasak jangan dibiarkan terlalu lama dalam keadaan demikian.
h.      Jangan menggunakan terlalu banyak air sewaktu memasak, kecuali air untuk memasak itu juga akan digunakan dalam pemasakan.
i.        Jika merebus sayuran atau bahan makanan lainnya sebaiknya air dididihkan terlebih dahulu, kemudian baru bahan makanan dimasukkan. Selain bahan makanan lebih cepat masak, lama waktu memasak juga lebih singkat. Gunakan alat memasak, seperti panci dan wajan yang tertutup dan tutuplah panci atau wajan jika memasak. Lebih baik menggunakan panas yang tinggi dalam jangka waktu yang singkat daripada menggunakan panas yang rendah tetapi dalam jangka waktu yang lama.
Kepedulian konsumen terhadap jenis makanan yang dinyatakan aman untuk dikonsumsi semakin meningkat. Adanya jaminan keamanan makanan akan menjadikan konsumen terhindar dari penyakit akibat makanan sehingga tidak akan mengganggu aktivitas individu untuk bekerja (Sri Raharjo, dkk, 2001).
Ditinjau dari penyebab kerusakan bahan hasil pertanian, maka kerusakan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis fisik, biologis dan kimia :
a.       Kerusakan Mikrobiologis
Kerusakan mikrobiologis merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan hasil pertanian serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksinya terkonsumsi oleh manusia.
b.      Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan karena adanya benturan-benturan mekanis, misalnya benturan antara bahan-bahan itu sendiri atau karena benturan alat dengan bahan tersebut.
c.       Kerusakan Fisik
Jenis kerusakan ini disebabkan karena akibat perlakuan-perlakuan fisik yang digunakan. Misalnya dalam pengeringan, tejadi “chilling injuries” atau “free zing injuries” dan “freezer burn” pada bahan makanan yang dibekukan.
d.      Kerusakan Fisiologis dan Biologis
Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksireaksi metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat didalamnya secara alamiah sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan. Contohnya daging akan membusuk oleh proses autolisis. Karena daging akan cepat membusuk bila disimpan pada suhu kamar. Keadaan serupa juga dialami oleh buah-buahan.
e.       Kerusakan Kimiawi
Kerusakan kimiawi biasanya saling berhubungan dengan kerusakan lain, misalanya adanya panas yang tinggi pada pemanasan minyak mengakibatkan rusaknya beberapa asam lemak yang disebut “thermal oxidation”. Adanya oksigen dalam minyak, menyebabkan terjadinya oksidasi pada asam lemak tidak jenuh, yang mengakibatkan pemecahan senyawa tersebut atau menyebabkan terjadinya ketengikan minyak.
Produk makanan yang beredar dalam negeri masih banyak yang belum memenuhi persyaratan Hygiene sanitasi, mutu dan keamanan makanan. Hal ini antara lain ditandai dengan masih banyaknya cemaran kimia berbahaya, digunakan bahan tambahan yang dibubuhkan untuk makanan, masih tingginya cemaran mikroba, produk makanan yang tidak memenuhi standart mutu dan komposisi serta pelabelan dan periklanan yang tidak memenuhi syarat (Anwar, 1997).
v  Perbandingan Bahan Makanan yang Lebih Cepat Rusak Jika dismpan Pada Suhu Kamar dan Suhu Rendah (Dingin)
Buah berdasarkan kandungan amilumnya, dibedakan menjadi buah klimaterik dan buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum, seperti pisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu kematangannya dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas. Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah.
Ø  Makanan yang disimpan pada suhu kamar sekitar 25 – 28 ° C,
1.      Pada buah klimakterik
·         Buah Mangga. Pada penyimpanan pada suhu kamar bisa bertahan hingga 2 – 5 hari tergantung kondisi pada saat panen. Jika panen kondisi buah sudah matang maka daya penyimpanannya hanya mencapai 2-4 hari saja setelah itu mengalami kerusakan. ada 2 kemungkinan kerusakan yang dapat terjadi pada buah mangga, yaitu kerusakan mekanis dan Bioogis. Dimana kerusakan mekanis merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh adanya gesekan atau tekanan saat panen, penyimpanan atau distribusi. Untuk kerusakan Biologis merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh respirasi bahan pangan.
·         Buah Pisang dan sawo, lama ketahanan penyimpanan pada suhu kamar dapat 2-3 hari. Sama halnya dengan mangga, jenis rusaknya buah ada dua kemungkinan, yaitu kerusakan karena factor mekanis dan biologi.
2.      Buah Non Klimakterik
·         Anggur dan Jeruk Manis, lama ketahanan penyimpanan pada suhu kamar yaitu 2 - 5 hari.
3.      Sayur segar, disimpan pada suhu kamar dapat bertahan hingga ± 1.5 hari,
4.      Daging segar, disimpan pada suhu kamar dapat bertahan hingga ± 24 jam.
5.      Ikan segar, disimpan pada suhu kamar dapat bertahan hingga ± 24 jam
6.      Telur, disimpan pada suhu kamar dapat bertahan hingga 7 - 10 hari
7.      Umbi – umbian, disimpan pada suhu kamar dapat bertahan hingga ±10 hari
8.      Gabah, Beras, Kedelai, Jagung dan Biji-bijian serta Kacang-kacangan lainya, dalam keadaan kering dapat disimpan beberapa bulan di dalam gudang yang kering.
9.      Susu, disimpan pada suhu kamar dapat bertahan selama ± 12 jam.

Ø  Penyimpanan makanan pada suhu rendah.
1.      Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
a.       Menyimpan sampai 3 hari                         : -5°sampai 0° C
b.      Penyimpanan untuk 1 minggu                  : -19° sampai -5°C
c.       Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -10° C
2.      Makanan jenis telor, susu dan olahannya
a.       Penyimpanan sampai 3 hari                                   : -5° sampai 7° C
b.      Penyimpanan untuk 1 minggu                              : dibawah -5°C
c.       Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu           : dibawah -5° C
3.      Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu 7 °sampai 10°C
Kesimpulan :
Ketahanan bahan pangan pada setiap jenis pangan, berbeda – beda. Dimana ketahanan makanan dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, Pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan pangan, aktivitas serangga, parasit dan binatang pengerat,  Sinar, dan waktu penyimpanan.
Pada suhu kamar, jangka waktu penyimpanan lebih pendek dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu lebih rendah (suhu rendah yang telah disesuaikan dengan jenis bahan pangan), karena pada suhu rendah aktifitas mikroba akan terhenti sehingga bahan pangan lebih bisa bertahan lama. Meskipun ada pengecualian untuk buah – buah tertentu, misalnya pisang dan mangga, dimana seperti buah – buah tersebut setelah dipetik akan mengalami proses pematangan dan kemudian dilanjutkan dengan proses pembusukan, dan jika disimpan pada suhu rendah maka daging buah akan berkerut dan berubah kuning kecoklatan (pada pisang).
Oleh karena itu perlu adanya pemahaman mengenai cara – cara yang tepat dalam penyimpanan bahan pangan, agar mutu dan keamanan tetap terjaga.
Sumber :
http://octophus.wordpress.com/ (diakses 28 April 2011 06:45)

KARSINOLOGI(POLA OSMOREGULASI PADA CRUSTACEA)

Kelas Crustacea adalah jenis hewan air yang memiliki kisaran salinitas media
yang luas atau disebut hewan euryhaline, walaupun ada juga crustacea air tawar termasuk stenohaline (crayfish, Astacus). Kebanyakan jenis crustacea yang euryhaline adalah jenis yang hidup di daerah air payau. Air payau (brackish water) mempunyai kisaran salinitas yang sangat luas, mulai dari kisaran salinitas air laut (full strength)sampai yang sedikit hiposmotik. Crustacea yang hidup di air laut memiliki pola regulasi yang sama dengan Teleostei laut, yaitu regulasi hiposmotik. Hewan yang hiposmotik terhadap medianya mengalami masalah dehidrasi, karena tekanan osmotik di dalam tubuh lebih kecil dari lingkungannya sehingga air cenderung keluar ke lingkungannya.
Masalah lainnya adalah garam-garam dan ion-ion akan cenderung masuk ke dalam tubuh secara difusi karena lebih besar konsentrasinya di luar tubuh. Salah satu adaptasi crustacea dalam mengatasi masalah dehidrasi adalah dengan mengurangi permeabilitas air, sehingga dapat membatasi air yang keluar secara pasif. Adaptasi lainnya adalah dengan meminum air dari medianya, baik secara oral maupun anal (contoh: Artemia). Air kemudian diserap di usus. Untuk mengatasi kelebihan garam dan ion yang masuk secara difusi, NaCl secara aktif dipompa keluar dari tubuh melalui insang. Beberapa crustacea yang hidup di daerah payau, kepiting hijau Carsinus maenas, pada saat arus surut mengalami keadaan hiperosmotik, yang terjadi karena pengenceran air laut yang menyebabkan salinitas bisa sangat kecil. Masalah yang dihadapi oleh
Crustacea yang hiperosmotik juga sama dengan teleostei air tawar. Menurut Hill dan Wyse (1989), terdapat dua grup osmoregulator Crustacea yang hidup di perairan payau (diluted seawater), yaitu :
1) hiper-isosmotik regulator : Crutacea yang meregulasi secara hyperosmotik pada air yang salinitas rendah tetapi tidak memiliki kemampuan meregulasi secara hiposmotik sehingga pada salinitas tinggi bersifat osmoconformer
 2) hiper-hiposmotik regulator: Crustacea yang meregulasi secara hiperosmotik pada salinitas rendah dan hiposmotik pada salinitas tinggi.
Carcinus maenas adalah contoh Crustacea yang hiper-isosmotik regulator. Kepiting ini adalah kepiting pantai, umumnya ditemukan pada saat arus pasang, dan memasuki wilayah estuaria sampai salinitas 10 ppt. Kepiting biru Callinectes sapidus juga masuk kategori ini, yang bisa bermigrasi sampai ke air yang tawar. Amphipoda Gammarus 2 juga masuk dalam kategori ini. Fiddler crab (genus Uca), kepiting pantai Pachygrapsus dan beberapa udang palaemonid masuk ke dalam kategori hiper-hiposmotik regulator. Hewan kategori ini pada pada salinitas air laut mempertahankan osmolaritas darah di bawah osmolaritas lingkungannya, hal ini bisa tercapai dengan memproduksi urine yang hiperosmotik terhadap darah. Crustacea lain seperti Artemia salina dan Palaemonetes varians bisa meregulasi secara hiposmotik, dimana kedua hewan ini hidup pada perairan yang lebih tinggi kadar garam dan ion dari air laut. Umumnya fase awal daur
hidup crustacea merupakan hewan stenohaline jika dibandingkan yang dewasa. Contohnya, telur-telur kepiting biru, membutuhkan salinitas di atas 23 ppt untuk bisa berkembang, sedangkan yang dewasa hidup pada air tawar. Sifat-sifat larva Crustacea menunjukkan dimana habitatnya pada saat spawning berlangsung.

KELENJAR ENDOKRIN DAN HORMON YANG DIHASILKAN

Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh. Apabila sampai pada suatu organ target, maka hormon akan merangsang terjadinya perubahan. Pada umumnya pengaruh hormon berbeda dengan saraf. Hormon mengatur aktivitas seperti metabolisme, reproduksi, dan pertumbuhan. Perubahan yang dikontrol oleh hormon biasanya merupakan perubahan yang memerlukan waktu panjang, yaitu pada hitungan bulan bahkan tahun. Misalnya pada pertumbuhan dan pemasakan seksual. Hal ini dapat dilihat pada proses munculnya tanda-tanda kelamin sekunder pada laki-laki. Tanda-tanda kelamin sekunder pada laki-laki muncul setelah menginjak masa pubertas dan berjalan perlahan. Tanda-tanda kelamin sekunder ini dipengaruhi hormon testosteron. Tetapi hormon dapat juga berpengaruh dalam waktu pendek, misalnya dalam hitungan detik, jam, hari, ataupun minggu. Hal ini dapat dilihat ketika kita mengalami kejadian yang menakutkan. Saat kejadian menakutkan terjadi maka kita akan berusaha menghindarinya, salah satunya dengan berlari. Adapun ciri-ciri hormon adalah sebagai berikut: 1. Diproduksi dan disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar endokrin dalam jumlah yang sangat sedikit. 2. Diangkut oleh darah menuju ke sel/jaringan target. 3. Mengadakan interaksi dengan reseptor khusus yang terdapat di sel target. 4. Mempunyai pengaruh mengaktifkan enzim khusus. 5. Mempunyai pengaruh tidak hanya terhadap satu sel target tetapi dapat juga memengaruhi beberapa sel target yang berlainan. Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu : 1. Kelenjar Hipofisis 2. Kelenjar Tiroid 3. Kelenjar Paratiroid 4. Kelenjar adrenalin ( anak ginjal), 5. Pulau – pulau Pankreas 6. Indung Telur 7. Buah zakar Berikut ini akan dibahas lebih rinci tiap-tiap kelenjar tersebut. 1. Kelenjar Hipofisis Kelenjar ini terletak pada dasar otak besar dan menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Oleh karena itu, kelenjar hipofisis disebut kelenjar pengendali (master of gland). Kelenjar hipofisis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian anterior, bagian tengah, dan bagian posterior. a. Hipofisis bagian anterior Hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis bagian anterior dan fungsinya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. No Hormon yang di Hasilkan Fungsi dan gangguannya 1. Hormon somatotropin (STH), hormon pertumbuhan (Growth Hormon/GH) Merangsang sintesis protein dan metabolisme lemak, serta merangsang pertumbuhan tulang (terutama tulang pipa) dan otot. Kekurangan hormon ini pada anak – anak menyebabkan pertumbuhannya terhambat dan kerdil (kretinisme). Bila kelebihan akan menyebabkan Gigantisme. Jika kelebihan pada saat dewasa akan menyebabkan pertumbuhan tidak seimbang pada tulang jari tangan, jari kaki, rahang atau tulang hidung yang disebut akromegali. 2. Hormon tirotropin atau Thyroid Stimulating Hormone (TSH) Mengatur pertumbuhan dan perkembangan kelenjar gondok atau tiroid serta merangsang sekresi tiroksin. 3. Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) Mengontrol pertumbuhan dan perkembangan aktivitas kulit ginjal dan merangsang kelenjar adrenal untuk menskeresikan glukokortikoid (hormon yang dihasilkan untuk metabolisme karbohidrat) 4. Prolaktin (PRL) atau Lactogenic Hormone (LTH) Memelihara korpus luteum (kelenjar endokrin sementara pada ovarium) untuk produksi progesteron dan ASI b. Hipofisis bagian tengah Kelenjar ini menghasilkan hormon perangsang melanosit atau melanosit stimulating hormone (MSH). Apabila hormon ini banyak dihasilkan maka menyebabkan kulit menjadi hitam. Sekresi MSH juga dirangsang oleh faktor pengatur yang disebut faktor perangsang pelepasan hormon melanosit dan dihambat oleh faktor inhibisi hormon melanosit (MIF). c. Hipofisis bagian posterior Hipofisis bagian posterior menghasilkan oksitosin dan vasopresin. Oksitosin berperan dalam merangsang otot polos yang terdapat di uterus, sedangkan vasopresin disebut juga hormon antidiuretik (ADH) berpengaruh pada proses reabsorpsi urine pada tubulus distal sehingga mencegah pengeluaran urine yang terlalu banyak. 2. Kelenjar Tiroid (kelenjar gondok) Tiroid merupakan kelenjar yang berbentuk cuping kembar dan di antara keduanya terdapat daerah yang tersusun berlapis seperti susunan genting pada atap rumah. Kelenjar ini terdapat di bawah jakun di depan trakea. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin yang memengaruhi metabolisme sel tubuh dan pengaturan suhu tubuh. Tiroksin mengandung banyak yodium. Kekurangan yodium dalam makanan dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar ini harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme, yaitu kelainan fisik dan mental yang menyebabkan anak tumbuh kerdil dan idiot. Kekurangan yodium yang masih ringan dapat diperbaiki dengan menambahkan garam yodium di dalam makanan. Produksi tiroksin yang berlebihan menyebabkan penyakit eksoftalmik tiroid (Morbus Basedowi) dengan gejala sebagai berikut; kecepatan metabolisme meningkat, denyut nadi bertambah, gelisah, gugup, dan merasa demam. Gejala lain yang nampak adalah bola mata menonjol keluar (eksoftalmus) dan kelenjar tiroid membesar. 3. Paratiroid/kelenjar anak gondok Paratiroid menempel pada kelenjar tiroid. Kelenjar ini menghasilkan parathormon yang berfungsi mengatur kandungan fosfor dan kalsium dalam darah. Kekurangan hormon ini menyebabkan tetani dengan gejala: kadar kapur dalam darah menurun, kejang di tangan dan kaki, jari-jari tangan membengkok ke arah pangkal, gelisah, sukar tidur, dan kesemutan. Tumor paratiroid menyebabkan kadar parathormon terlalu banyak di dalam darah. Hal ini mengakibatkan terambilnya fosfor dan kalsium dalam tulang, sehingga urine banyak mengandung kapur dan fosfor. Pada orang yang terserang penyakit ini tulang mudah sekali patah. Penyakit ini disebut von Recklinghousen. 4. Kelenjar adrenal/suprarenal/anak ginjal Kelenjar ini berbentuk bola, menempel pada bagian atas ginjal. Pada setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medula). Kelenjar bagian korteks menghasilkan hormon kortison yang terdiri atas mineralokortikoid yang membantu metabolisme garam natrium dan kalium serta menjaga keseimbangan hormon seks; dan glukokortikoid yang berfungsi membantu metabolisme karbohidrat. Kelenjar bagian medula menghasilkan hormon adrenalin dan hormon noradrenalin. Hormon adrenalin menyebabkan meningkatnya denyut jantung, kecepatan pernapasan, dan tekanan darah (menyempitkan pembuluh darah). Hormon noradrenalin bekerja secara antagonis terhadap adrenalin, yaitu berfungsi menurunkan tekanan darah dan denyut jantung. Kerusakan pada bagian korteks mengakibatkan penyakit Addison dengan gejala-gejala: timbul kelelahan, nafsu makan berkurang, mual, muntahmuntah, terasa sakit di dalam tubuh. Dalam keadaan ketakutan atau dalam keadaan bahaya, produksi adrenalin meningkat sehingga denyut jantung meningkat dan memompa darah lebih banyak. Gejala lainnya adalah melebarnya saluran bronkiolus, melebarnya pupil mata, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut berdiri. 5. Pankreas Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal sebagai pulau Langerhans. Bagian ini berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini berfungsi mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen untuk disimpan. Kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit diabetes yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa tersebut dikeluarkan bersama urine. Tanda-tanda diabetes melitus yaitu sering mengeluarkan urine dalam jumlah banyak, sering merasa haus dan lapar, serta badan terasa lemas. Selain menghasilkan insulin, pankreas juga menghasilkan hormon glukagon yang bekerja antagonis dengan hormon insulin. 6. Hormon yang dihasilkan kelenjar gonad Pada manusia, gonad atau kelenjar seks berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki disebut testis, sedangkan pada perempuan disebut ovarium. Testis dan ovarium mensekresikan hormon seks yang berperan dalam produksi sel-sel kelamin. 1) Ovarium a. Estrogen Hormon ini dihasilkan oleh Folikel de Graaf. Pembentukan estrogen dirangsang oleh FSH. Fungsi estrogen adalah menimbulkan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita. Tandatanda kelamin sekunder adalah ciri-ciri yang dapat membedakan wanita dengan pria tanpa melihat kelaminnya. Contohnya, perkembangan pinggul, payudara, dan kulit menjadi bertambah halus. b. Progesteron Hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum. Pembentukannya dirangsang oleh LH. Progesteron berfungsi menyiapkan dinding uterus agar dapat menerima telur yang sudah dibuahi 2) Testis Seperti halnya ovarium, testis adalah organ reproduksi khusus pada pria. Selain menghasilkan sperma, testis berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon androgen, yaitu testosteron. Testosteron berfungsi menimbulkan dan memelihara kelangsungan tanda-tanda kelamin sekunder. Misalnya suara yang membesar, mempunyai kumis, dan jakun.  Faktor-Faktor Pengatur Sekresi Hormon Ada dua faktor yang berfungsi mengatur sekresi hormon, yaitu saraf dan faktor bahan kimia. a. Faktor saraf Bagian medula kelenjar suprarenal mendapat pelayanan dari saraf otonom. Oleh karena itu sekresinya diatur oleh saraf otonom. b. Faktor kimia Susunan bahan kimia atau hormon lain dalam aliran darah memengaruhi sekresi hormon tertentu. Contohnya, sekresi insulin dipengaruhi oleh jumlah glukosa di dalam darah. Sumber : http://gurumuda.com/bse/hormon#more-6789 http://www.indonesiaindonesia.com/f/11222-hormon-sistem-endokrin/

Rabu, 01 Desember 2010

GENETIKA


Secara etimologi kata ’genetika’ berasal dari kata ’genos’ dalam Bahasa Latin, yang berarti asal mula kejadian. Namun, genetika bukanlah ilmu tentang asal mula kejadian meskipun pada batas-batas tertentu memang ada kaitannya juga dengan hal itu. Genetika ialah ilmu yang mempelajari seluk-beluk alih informasi hayati dari generasi ke generasi. Oleh karena cara berlangsungnya alih informasi hayati tersebut mendasari adanya perbedaan dan persamaan sifat di antara individu organisme, maka dengan singkat dapat pula dikatakan bahwa genetika adalah ilmu tentang pewarisan sifat.
Hingga sekarang masih sering dijumpai berbagai pandangan yang kurang tepat mengenai pewarisan sifat. Pandangan atau faham semacam ini tidak hanya diperlihatkan oleh kalangan awam yang relatif kurang mengenal ilmu genetika, tetapi tanpa disadari berkembang juga di tengah masyarakat modern dengan tingkat pendidikan dan wawasan pengetahuan yang cukup memadai. Berikut ini dikemukakan beberapa kesalahfahaman yang berkaitan dengan pewarisan sifat, khususnya pada manusia.
1. Faham bahwa ayah lebih penting daripada ibu
Menurut faham ini gambaran dasar sifat seorang anak, terutama sifat fisiknya, hanya ditentukan oleh sosok ayahnya saja. Dalam hal ini ibu hanya berperan mengarahkan perkembangan selanjutnya. Jika anak diibaratkan sebagai buah atau biji mangga, maka ayah adalah pohon mangga dan ibu adalah tanah tempat biji mangga itu akan tumbuh.
Masyarakat paternalistik sebenarnya tanpa disadari masih menganut faham yang keliru ini. Padahal, jelas dapat dilihat bahwa baik ayah/tetua jantan maupun ibu/tetua betina akan memberikan kontribusi yang sama dalam menentukan sifat-sifat genetik anak/keturunan. Bahkan, untuk sifat-sifat yang diatur oleh faktor sitoplasmik, tetua betina memberikan kontribusi lebih besar daripada tetua jantan karena sitoplasma ovum jauh lebih banyak daripada sitoplasma spermatozoon.
2. Teori homunkulus (manusia kecil)
Segera setelah Anthony van Leeuvenhoek menemukan mikroskop, banyak orang melakukan pengamatan terhadap berbagai objek mikroskopis, termasuk di antaranya spermatozoon. Dengan mikroskop yang masih sangat sederhana akan terlihat bahwa spermatozoon terdiri atas bagian kepala dan ekor. Di dalam bagian kepala itulah diyakini bahwa struktur tubuh seorang anak telah terbentuk dengan sempurna dalam ukuran yang sangat kecil. Ketika spermatozoon membuahi ovum, maka ovum hanya berfungsi untuk membesarkan manusia kecil yang sudah ada itu. Jadi, pada dasarnya teori homunkulus justru memperkuat faham bahwa ayah lebih penting daripada ibu.
3. Faham yang menganggap ibu sebagai penanggung jawab atas jenis kelamin anak
Di kalangan masyarakat tertentu, misalnya masyarakat kerajaan, sering muncul pendapat bahwa anak laki-laki lebih dikehendaki kehadirannya daripada anak perempuan karena anak laki-laki dipandang lebih cocok untuk dapat dipercaya sebagai pewaris tahta. Jika setelah sekian lama anak laki-laki tidak kunjung diperoleh juga, maka istri/permaisuri sering dituding sebagai pihak yang menjadi penyebabnya sehingga perlu dicari wanita lain yang diharapkan akan dapat memberikan anak laki-laki.
Bab V akan menjelaskan bahwa manusia mengikuti sistem penentuan jenis kelamin XY. Dalam hal ini justru prialah, sebagai individu heterogametik (XY), yang akan menentukan jenis kelamin anak karena ia dapat menghasilkan dua macam spermatozoon, yakni X dan Y. Sementara itu, wanita sebagai individu homogametik (XX) hanya akan menghasilkan satu macam ovum (X).
4. Faham bahwa mutan adalah kutukan Tuhan/dewa
Individu yang dilahirkan dengan cacat bawaan hingga kini masih sering dianggap sebagai kutukan Tuhan/dewa. Dalam Bab VI diuraikan bahwa perubahan/mutasi jumlah dan struktur kromosom dapat mengakibatkan kelainan fisik dan mental pada individu yang mengalaminya. Sebagai contoh, kelainan yang dinamakan sindrom Down terjadi akibat adanya penambahan sebuah kromosom nomor 21, yang peluangnya akan meningkat pada wanita yang melahirkan di atas usia 45 tahun.
5. Teori abiogenesis
Filsuf Yunani terkenal, Aristoteles, memelopori faham yang menganggap bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati. Faham yang dikenal sebagai teori abiogenesis ini ternyata kemudian terbukti tidak benar. Louis Pasteur dengan percobaannya berupa tabung kaca berbentuk leher angsa berhasil membuktikan bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya atau omne vivum ex ovo omne ovum ex vivo. Jadi, lalat berasal dari lalat, kutu berasal dari kutu, manusia berasal dari manusia, dan sebagainya. Dalam hal ini, ada sesuatu yang diabadikan dan diwariskan dari generasi ke generasi.
6. Faham tentang percampuran sifat
Faham ini dipelopori oleh filsuf Yunani lainnya, Hippocrates. Apabila dibandingkan dengan kelima faham yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkat kesalahannya sebenarnya dapat dikatakan paling rendah. Menurut faham ini, sifat seorang anak merupakan hasil percampuran acak antara sifat ayah dan sifat ibunya.
Orang sering kali mendeskripsikan sifat bagian-bagian tubuh seorang anak seperti mata, rambut, hidung, dan seterusnya, sebagai warisan dari ayah atau ibunya. Katakanlah, hidungnya mancung seperti ayahnya, rambutnya ikal seperti ibunya, kulitnya kuning seperti ibunya, dan sebagainya. Sepintas nampaknya pandangan semacam ini sah-sah saja. Namun, sekarang kita telah mengetahui dengan pasti bahwa sebenarnya bukanlah sifat-sifat tersebut yang dirakit dalam tubuh anak, melainkan faktor (gen) yang menentukan sifat-sifat itulah yang akan diwariskan oleh kedua orang tua kepada anaknya.
7. Faham tentang pewarisan sifat nongenetik
Pada dasarnya hampir semua sifat yang nampak pada individu organisme merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan (nongenetik). Besarnya kontribusi masing-masing faktor ini berbeda-beda untuk setiap sifat, seperti akan dijelaskan di dalam Bab XII.
Beberapa sifat tertentu, yang sebenarnya jauh lebih banyak dipengaruhi oleh faktor nongenetik, kenyataannya justru sering kali dianggap sebagai sifat genetik. Akibatnya, cara menyikapinya pun menjadi kurang tepat. Sebagai contoh, seorang pakar ilmu pengetahuan dengan tingkat kecerdasan intelektual yang sangat tinggi tidak serta-merta akan mewariskan kecerdasannya itu kepada anaknya. Tanpa kerja keras dan usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan sangat sulit bagi anak tersebut untuk dapat menyamai prestasi ayahnya.
Sejarah Perkembangan
Jauh sebelum genetika dapat dianggap sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, berbagai kegiatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa disadari telah menerapkan prinsip-prinsip genetika. Sebagai contoh, bangsa Sumeria dan Mesir kuno telah berusaha untuk memperbaiki tanaman gandum, bangsa Cina mengupayakan sifat-sifat unggul pada tanaman padi, bangsa Siria menyeleksi tanaman kurma. Demikian pula, di benua Amerika dilakukan persilangan-persilangan pada gandum dan jagung yang berasal dari rerumputan liar. Sementara itu, pemuliaan hewan pun telah berlangsung lama; hasilnya antara lain berupa berbagai hewan ternak piaraan yang kita kenal sekarang.
Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai menjelang akhir abad ke-19 ketika seorang biarawan Austria bernama Gregor Johann Mendel berhasil melakukan analisis yang cermat dengan interpretasi yang tepat atas hasil-hasil percobaan persilangannya pada tanaman kacang ercis (Pisum sativum). Sebenarnya, Mendel bukanlah orang pertama yang melakukan percobaan-percobaan persilangan. Akan tetapi, berbeda dengan para pendahulunya yang melihat setiap individu dengan keseluruhan sifatnya yang kompleks, Mendel mengamati pola pewarisan sifat demi sifat sehingga menjadi lebih mudah untuk diikuti. Deduksinya mengenai pola pewarisan sifat ini kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, dan Mendel pun diakui sebagai Bapak Genetika.
Karya Mendel tentang pola pewarisan sifat tersebut dipublikasikan pada tahun 1866 di Proceedings of the Brunn Society for Natural History. Namun, selama lebih dari 30 tahun tidak pernah ada peneliti lain yang memperhatikannya. Baru pada tahun 1900 tiga orang ahli botani secara terpisah, yakni Hugo de Vries di Belanda, Carl Correns di Jerman, dan Eric von Tschermak-Seysenegg di Austria, melihat bukti kebenaran prinsip-prinsip Mendel pada penelitian mereka masing-masing. Semenjak saat itu hingga lebih kurang pertengahan abad ke-20 berbagai percobaan persilangan atas dasar prinsip-prinsip Mendel sangat mendominasi penelitian di bidang genetika. Hal ini menandai berlangsungnya suatu era yang dinamakan genetika klasik.
Selanjutnya, pada awal abad ke-20 ketika biokimia mulai berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan baru, para ahli genetika tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang hakekat materi genetik, khususnya mengenai sifat biokimianya. Pada tahun 1920-an, dan kemudian tahun 1940-an, terungkap bahwa senyawa kimia materi genetik adalah asam deoksiribonukleat (DNA). Dengan ditemukannya model struktur molekul DNA pada tahun 1953 oleh J.D. Watson dan F.H.C. Crick dimulailah era genetika yang baru, yaitu genetika molekuler.
Perkembangan penelitian genetika molekuler terjadi demikian pesatnya. Jika ilmu pengetahuan pada umumnya mengalami perkembangan dua kali lipat dalam satu dasawarsa, maka waktu yang dibutuhkan untuk itu (doubling time) pada genetika molekuler hanyalah dua tahun! Bahkan, perkembangan yang lebih revolusioner dapat disaksikan semenjak tahun 1970-an, yaitu pada saat dikenalnya teknologi manipulasi molekul DNA atau teknologi DNA rekombinan atau dengan istilah yang lebih populer disebut sebagai rekayasa genetika.
Saat ini sudah menjadi berita biasa apabila organisme-organisme seperti domba, babi, dan kera didapatkan melalui teknik rekayasa genetika yang disebut kloning. Sementara itu, pada manusia telah dilakukan pemetaan seluruh genom atau dikenal sebagai projek genom manusia (human genom project), yang diluncurkan pada tahun 1990 dan sebenarnya diharapkan selesai pada tahun 2005. Namun, ternyata penyelesaian proyek ini berjalan dua tahun lebih cepat daripada jadwal yang telah ditentukan.
Kontribusi ke Bidang-bidang Lain
Sebagai ilmu pengetahuan dasar, genetika dengan konsep-konsep di dalamnya dapat berinteraksi dengan berbagai bidang lain untuk memberikan kontribusi terapannya.
1. Pertanian
Di antara kontribusinya pada berbagai bidang, kontribusi genetika di bidang pertanian, khususnya pemuliaan tanaman dan ternak, boleh dikatakan paling tua. Persilangan-persilangan konvensional yang dilanjutkan dengan seleksi untuk merakit bibit unggul, baik tanaman maupun ternak, menjadi jauh lebih efisien berkat bantuan pengetahuan genetika. Demikian pula, teknik-teknik khusus pemuliaan seperti mutasi, kultur jaringan, dan fusi protoplasma kemajuannya banyak dicapai dengan pengetahuan genetika. Dewasa ini beberapa produk pertanian, terutama pangan, yang berasal dari organisme hasil rekayasa genetika atau genetically modified organism (GMO) telah dipasarkan cukup luas meskipun masih sering kali mengundang kontroversi tentang keamanannya.
2. Kesehatan
Salah satu contoh klasik kontribusi genetika di bidang kesehatan adalah diagnosis dan perawatan penyakit fenilketonuria (PKU). Penyakit ini merupakan penyakit menurun yang disebabkan oleh mutasi gen pengatur katabolisme fenilalanin sehingga timbunan kelebihan fenilalanin akan dijumpai di dalam aliran darah sebagai derivat-derivat yang meracuni sistem syaraf pusat. Dengan diet fenilalanin yang sangat ketat, bayi tersebut dapat terhindar dari penyakit PKU meskipun gen mutan penyebabnya sendiri sebenarnya tidak diperbaiki.
Beberapa penyakit genetik lainnya telah dapat diatasi dampaknya dengan cara seperti itu. Meskipun demikian, hingga sekarang masih banyak penyakit yang menjadi tantangan para peneliti dari kalangan kedokteran dan genetika untuk menanganinya seperti berkembangnya resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik, penyakit-penyakit kanker, dan sindrom hilangnya kekebalan bawaan atau acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
3. Industri farmasi
Teknik rekayasa genetika memungkinkan dilakukannya pemotongan molekul DNA tertentu. Selanjutnya, fragmen-fragmen DNA hasil pemotongan ini disambungkan dengan molekul DNA lain sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan. Apabila molekul DNA rekombinan dimasukkan ke dalam suatu sel bakteri yang sangat cepat pertumbuhannya, misalnya Escherichia coli, maka dengan mudah akan diperoleh salinan molekul DNA rekombinan dalam jumlah besar dan waktu yang singkat. Jika molekul DNA rekombinan tersebut membawa gen yang bermanfaat bagi kepentingan manusia, maka berarti gen ini telah diperbanyak dengan cara yang mudah dan cepat. Prinsip kerja semacam ini telah banyak diterapkan di dalam berbagai industri yang memproduksi biomolekul penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan.
4. Hukum
Sengketa di pengadilan untuk menentukan ayah kandung bagi seorang anak secara klasik sering diatasi melalui pengujian golonan darah. Pada kasus-kasus tertentu cara ini dapat menyelesaikan masalah dengan cukup memuaskan, tetapi tidak jarang hasil yang diperoleh kurang meyakinkan. Belakangan ini dikenal cara yang jauh lebih canggih, yaitu uji DNA. Dengan membandingkan pola restriksi pada molekul DNA anak, ibu, dan orang yang dicurigai sebagai ayah kandung si anak, maka dapat diketahui benar tidaknya kecurigaan tersebut.
Dalam kasus-kasus kejahatan seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan bahkan teror pengeboman, teknik rekayasa genetika dapat diterapkan untuk memastikan benar tidaknya tersangka sebagai pelaku. Jika tersangka masih hidup pengujian dilakukan dengan membandingkan DNA tersangka dengan DNA objek yang tertinggal di tempat kejadian, misalnya rambut atau sperma. Cara ini dikenal sebagai sidik jari DNA (DNA finger printing). Akan tetapi, jika tersangka mati dan tubuhnya hancur, maka DNA dari bagian-bagian tubuh tersangka dicocokkan pola restriksinya dengan DNA kedua orang tuanya atau saudara-saudaranya yang masih hidup.
5. Kemasyarakatan dan kemanusiaan
Di negara-negara maju, terutama di kota-kota besarnya, dewasa ini dapat dijumpai klinik konsultasi genetik yang antara lain berperan dalam memberikan pelayanan konsultasi perkawinan. Berdasarkan atas data sifat-sifat genetik, khususnya penyakit genetik, pada kedua belah pihak yang akan menikah, dapat dijelaskan berbagai kemungkinan penyakit genetik yang akan diderita oleh anak mereka, dan juga besar kecilnya kemungkinan tersebut.
Contoh kontribusi pengetahuan genetika di bidang kemanusiaan antara lain dapat dilihat pada gerakan yang dinamakan eugenika, yaitu gerakan yang berupaya untuk memperbaiki kualitas genetik manusia. Jadi, dengan gerakan ini sifat-sifat positif manusia akan dikembangkan, sedangkan sifat-sifat negatifnya ditekan. Di berbagai negara, terutama di negara-negara berkembang, gerakan eugenika masih sering dianggap tabu. Selain itu, ada tantangan yang cukup besar bagi keberhasilan gerakan ini karena pada kenyataannya orang yang tingkat kecerdasannya tinggi dengan status sosial-ekonomi yang tinggi pula biasanya hanya mempunyai anak sedikit. Sebaliknya, orang dengan tingkat kecerdasan dan status sosial-ekonomi rendah umumnya justru akan beranak banyak.
Materi Percobaan
Di dalam berbagai penelitian genetika hampir selalu digunakan organisme sebagai materi percobaan. Ada beberapa persyaratan umum agar suatu organisme layak digunakan sebagai materi percobaan genetika, khususnya pada persilangan-persilangan untuk mempelajari pola pewarisan suatu sifat.
1. Keanekaragaman
Membedakan warna daun di antara varietas-varietas padi dengan sendirinya akan jauh lebih sulit daripada mengamati warna bunga pada berbagai jenis anggrek. Jadi, sifat-sifat seperti warna daun padi kurang memenuhi syarat untuk dipelajari pola pewarisannya karena keanekaragaman (variasi)-nya sangat rendah.
2. Daya gabung
Analisis genetik pada suatu spesies akan lebih cepat memberikan hasil apabila spesies tersebut memiliki cara yang efektif dalam menggabungkan sifat kedua tetua (parental) persilangan ke dalam sifat keturunannya. Sebagai contoh, organisme dengan sterilitas sendiri atau sterilitas silang akan sulit menggabungkan sifat kedua tetua kepada keturunannya sehingga organisme semacam ini semestinya tidak digunakan untuk mempelajari pola pewarisan suatu sifat.
3. Persilangan terkontrol
Tikus, lalat buah (Drosophila sp), dan jagung sering digunakan sebagai materi percobaan genetika karena ketiga organisme tersebut sangat mudah untuk dikontrol persilangannya. Kita dapat memilih tetua sesuai dengan tujuan percobaan. Begitu pula, pencatatan keturunan mudah untuk dilakukan dalam beberapa generasi.
4. Daur hidup
Organisme yang memiliki daur hidup pendek seperti lalat Drosophila, tikus, dan bakteri sangat cocok untuk digunakan sebagai materi percobaan genetika. Drosophila dapat menghasilkan 20 hingga 25 generasi tiap tahun, tikus menjadi dewasa hanya dalam waktu enam minggu, sedangkan bakteri mempunyai daur hidup sekitar 20 menit.
5. Jumlah keturunan
Seekor lalat Drosophila betina dapat bertelur ribuan butir semasa hidupnya. Organisme dengan jumlah keturunan yang besar seperti Drosophila itu memenuhi persyaratan sebagai materi percobaan genetika.
6. Kemudahan dalam pengamatan dan pemeliharaan
Dua hal di bawah ini kembali memperlihatkan bahwa lalat Drosophila sangat cocok untuk digunakan dalam penelitian genetika. Pertama, dengan kromosom yang ukurannya relatif besar dan jumlahnya hanya empat pasang, Drosophila merupakan organisme yang sangat mudah untuk diamati kromosomnya. Kedua, penanganan kultur Drosophila di laboratorium sangat mudah dikerjakan. Hanya dengan media yang komposisi dan pembuatannya sederhana, lalat buah ini akan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat.